Pemotongan Subsidi Transportasi: Kebijakan yang Mencemaskan Publik
- Kamis, 23 Januari 2025
Polemik mengenai kebijakan pemotongan subsidi transportasi massal perkotaan oleh Kementerian Perhubungan untuk tahun 2025 semakin memanas dan menuai kritik dari berbagai kalangan. Keputusan ini tidak hanya dianggap tidak berpihak pada masyarakat pengguna transportasi umum, tetapi juga dinilai kontradiktif dengan upaya pemerintah dalam meringankan beban ekonomi masyarakat kelas menengah bawah dan strategi pengurangan emisi karbon.
Kementerian Perhubungan membuat langkah mengejutkan dengan memangkas subsidi melalui program pembelian layanan (buy the service/BTS) sebesar lebih dari 50%. Anggaran yang sebelumnya dialokasikan sebesar Rp 437,9 miliar pada 2024 terjun bebas menjadi hanya Rp 177,5 miliar untuk tahun depan. Dampaknya jelas terlihat dengan berkurangnya cakupan subsidi yang kini hanya menyentuh enam kota dari sebelumnya 11 kota penerima manfaat.
Kementerian Perhubungan berdalih bahwa beberapa daerah sudah dapat mengelola angkutan umum mereka secara mandiri, tetapi fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banyak kota yang belum siap untuk mandiri dalam hal pengoperasian angkutan umum. Kota Surakarta di Jawa Tengah, contohnya, bahkan harus mengurangi jumlah armada dan jam operasional bus akibat dampak pengurangan subsidi ini. Sorotan lain, khalayak pengguna layanan pasti terkena imbas dari kebijakan ini.
Mengapa subsidi untuk transportasi massal begitu penting? Di seluruh dunia, subsidi angkutan umum oleh pemerintah menjadi hal yang lumrah. Kebijakan subsidi mampu menciptakan tarif yang lebih murah dan terjangkau sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses transportasi dengan mudah. Lebih dari itu, transportasi bermodal murah dan memadai dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, memungkinkan masyarakat menjangkau berbagai lokasi tanpa hambatan. Dengan demikian, subsidi tidak hanya menjadi alat mobilitas publik tetapi juga pemicu roda ekonomi yang lebih besar.
Adapun pencabutan atau pengurangan subsidi berpotensi menyebabkan kenaikan tarif angkutan atau penurunan jumlah armada. Dampak pertamanya akan dirasakan oleh masyarakat kelas menengah bawah, yang membuat pengeluaran harian mereka membengkak. Ketergantungan pada kendaraan pribadi kemungkinan meningkat, yang berujung pada menambah kemacetan lalu lintas, konsumsi bahan bakar, dan emisi gas buang. "Padahal dengan subsidi angkutan massal, masyarakat bisa lebih hemat dan lalu lintas lebih terkendali," ujar seorang pakar transportasi.
Sementara sejumlah negara menganggap subsidi transportasi sebagai investasi jangka panjang untuk perekonomian mereka, Indonesia justru kembali menghadapi masalah klasik penganggaran di sektor ini. Bank Dunia menetapkan pengeluaran ideal untuk sektor transportasi sekitar 10% dari pendapatan, namun di Indonesia, angkanya masih mencapai 25-35%. Kondisi ini bahkan kalah dari Afrika Selatan yang sudah menerapkan pengeluaran maksimum 10% sejak tahun 1996.
Belum terlambat bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk meninjau kembali kebijakan ini agar sesuai dengan visi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. "Daya ungkit ekonomi yang diciptakan oleh transportasi yang terjangkau sangat besar," demikian ulasan seorang ekonom terkemuka.
Pemerintah diharapkan melakukan evaluasi kesiapan daerah dalam menjalankan transportasi massal secara mandiri. Idealnya, subsidi justru perlu ditambah, dan program BTS diperluas ke kota-kota lain yang belum tersentuh. Dari 552 pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, baru 11 kota yang mendapat manfaat dari subsidi ini. Banyak daerah masih perlu dukungan untuk mengembangkan transportasi umum yang layak dan memadai. Investasi pada sektor ini jauh lebih penting ketimbang hanya berupaya menarik pajak baru, namun mengabaikan penyediaan layanan publik yang esensial.
Keputusan pengurangan subsidi transportasi tidak saja berisiko meningkatkan beban ekonomi masyarakat, tetapi juga bisa menjauhkan Indonesia dari cita-cita pengurangan emisi dan transportasi berkelanjutan. Pemerintah perlu segera merespon keresahan publik dan merancang ulang kebijakan ini agar lebih berpihak pada kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan.
Nathasya Zallianty
variabisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Kebakaran di Jakarta Pusat Hancurkan 15 Rumah, Tiga Orang Terluka dan Sesak Napas
- Sabtu, 25 Januari 2025
Berita Lainnya
Kebakaran di Jakarta Pusat Hancurkan 15 Rumah, Tiga Orang Terluka dan Sesak Napas
- Sabtu, 25 Januari 2025
Pelantikan Muhidin Sebagai Gubernur Kalimantan Selatan untuk Sisa Masa Jabatan 2021-2024
- Senin, 16 Desember 2024
Diskon Listrik 50% Hanya Berlaku Dua Bulan, Bahlil: Tidak Ada Perpanjangan
- Kamis, 23 Januari 2025
Terpopuler
1.
2.
3.
Cara Membersihkan Nama dari Blacklist BI Checking
- 20 Januari 2025
4.
Cara Jitu Mengatur Keuangan Pribadi yang Wajib Diketahui
- 20 Januari 2025
5.
Harga Emas Mencapai Rekor Baru! Tembus Rp 1,57 Juta per Gram
- 17 Januari 2025